MENGENANG 20 MEI: ANAK MUDA BERSIKAPLAH!

 

Revolusi yang telah dimulai oleh pemuda, jangan sampai dicatut lagi oleh pihak atau golongan lain, akan tetapi hendaknya tetap menjadi revolusi pemuda (Amir Sjarifoeddin)

Aku senang hidupku masih memiliki air mata dan senyuman. Air mata untuk bersatu dengan mereka yang terluka hatinya; senyuman sebagai tanda kegembiraanku karena aku ada (Kahlil Gibran)

***

Baru saja kita ditimpa musibah beruntun. Bom meledak dengan memakan nyawa anak bangsa. Runtuh harapan kita atas perdamaian karena negara tak mampu melindungi warganya. Hanya selang beberapa hari tiba-tiba rasa aman bangsa ini dirusak begitu rupa. Lupa kita bahwa dulu kita bangun negeri ini dengan tugas utama: melindungi dan mensejahterakan. Mandat ini telah lama diabaikan karena kita sibuk bertengkar satu dengan yang lain. Ikatan kita menjadi sebuah bangsa dikoyak bukan oleh terorisme tapi diri sendiri.

Ingatkah kita saat mana rakyat bersama mahasiswa mengepung rumah wakil rakyat. Parlemen saat itu hanya jadi panggung komedi yang berfungsi hanya untuk mengangguk setuju apa kata penguasa. Soeharto membuat negeri ini seperti halaman pekaranganya sendiri: yang menyanggah dipenjara dan yang mengkritik dihabisi. Selama puluhan tahun negara ini diperintah oleh ancaman senjata dengan kekuatan ekonomi yang didirikan diatas hutang luar negeri. Tak ada keberanian untuk menentang sampai anak-anak muda itu mengurbankan dirinya. Melawan kekuasaan diktator Soeharto dengan cara yang mereka mampu lakukan.

Demonstrasi itulah cara yang mujarab kala itu. Keyakinan untuk menentang penguasa itu menjalar pada semua kawasan. Digerakkan oleh tuntutan sederhana agar Soeharto turun dan demokrasi ditegakkan. Gema tuntutan itu seperti lonceng kematian Orba yang tentu tak mudah diruntuhkan begitu saja. Barisan Orba ini melawan dengan segala cara; menculik mahasiswa, menembak mahasiswa hingga memenjarakan mereka. Tapi tuntutan yang gelombangnya tak bisa ditahan itu terus bergaung hingga membuat Soeharto tak ada pilihan lain kecuali turun dari singgananya. Kala itu mahasiswa sesungguhnya ingin menuntaskan semuanya; adili penguasa Orba kemudian singkirkan semua para pendukungnya.

Para punggawa Orba itu tak mau ikut terjungkal dari tahta. Sigap mereka membentuk pasukan massa yang mengangkat apa yang harusnya ada dalam kotak pandora: kebencian etnis dan agama. Itulah awal mula sentimen yang terus menerus mengudara hingga membelah bangsa ini dalam suasana kebencian begitu rupa. Disongsong oleh semangat itu muncullah etika baru yang mengalahkan rasa persatuan sebagai bangsa: ikatan sesama pemeluk keyakinan yang sama yang mengalahkan nasionalisme sebagai sebuah bangsa. Imaginasi mengenai tanah air kemudian koyak karena tiap orang merasa bukan tinggal di tanah airnya sendiri.

gbr-google.com

Ikatan itu makin rapuh karena kita tak mampu mengelola negara. Seolah kekuasaan itu dialirkan bukan untuk meningkatkan kesejahteraan tapi memperkaya diri sendiri. Mulailah muncul kegiatan korupsi yang dilakukan oleh banyak petugas negara: pejabat polisi pernah ditangkap karena soal ini, hakim diadili karena perkara ini, politisi malah terus menerus melakukan perbuatan curang ini hingga kepala daerah melakukan itu semua dengan tanpa rasa bersalah. Bahkan sejak KPK berdiri kita tak pernah melihat pelaku kejahatan itu berkurang tapi bertambah hampir tiap hari. Rasanya kita meluncur bukan sebagai bangsa berdaulat tapi bangsa yang merusak dirinya sendiri.

Muramnya kondisi ini membawa kita dalam suasana emosi. Kehendak untuk ingin mengganti penguasa hingga keinginan merubah ideologi bangsa. Disanalah kaum demagog tampil dengan janji yang rusak dan palsu. Diancam kita oleh kondisi, dikutuk harapan kita bahkan diciptakan suasana buruk masa depan kita sebagai bangsa. Kaum demagog itu sialnya punya segalanya: partai politik, media apa saja hingga barisan pendukung dimana-mana. Suara kebencian itu mendapat tempat bahkan dukungan dengan begitu rupa. Kita lalu jadi rakyat yang mudah sekali mengutuk, sulit sekali percaya dan lama kelamaan meremehkan kemampuan diri sendiri.

Digoyang kita oleh suasana politik yang beraroma perang. Menyatakan tidak setuju dengan hinaan dan mengemukakan usul lewat cara kutukan. Maka tiap kejadian apa saja jadi bahan bakar untuk bertengkar: krisis Palestina hingga Papua membuat kita bisa duel pandangan bahkan keyakinan. Landasan kita untuk hidup berbangsa mulai rapuh karena tidak diikat oleh tauladan serta kebijakan sosial yang meyentuh. Dasar kita untuk hidup bernegara jadi melemah karena hilangnya kepercayaan dan tidak mampunya memenuhi keadilan. Kita bukan hanya kehilangan pijakan tapi kita bisa-bisa kehilangan kendali dalam merumuskan masa depan.

Bangsa ini dibentuk bukan oleh negoisasi apalagi kesepakatan. Bangsa ini dibentuk oleh keyakinan yang diperjuangkan begitu rupa. Pupuk keyakinan itu diantarkan oleh kehendak suci para pendiri bangsa yang patung dan namanya ada dimana-mana. Mereka menyatakan diri untuk berdiri bersama, hidup sederhana dan melayani rakyatnya yang miskin dan papa. Rumusan yang indah dalam Pancasila itu jadi ikatan jitu yang menghimpun keyakin para pendiri. Diatas dasar keyakinan itu para pendiri bangsa berani mengurbankan dirinya dan bahkan rela untuk dikutuk oleh rakyatnya. Hingga kini rasa hormat kita pada Tan Malaka minim: pemutaran filmnya malah dilarang oleh negara; penghargaan kita pada Hatta hanya simbol: kita malah dengan ringan curi uang negara yang dulu oleh Hatta dibenci begitu rupa.

Nasib sama menimpa para pendiri bangsa lainnya. Luka sejarah itu membuat kita tak mampu menjadikan mereka guru sekaligus tauladan. Tanpa kesadaran semacam itu kita kemudian kehilangan identitas sebagai bangsa. Itu sebabnya anak muda yang dapat menerobos kebuntuan ini dengan melakukan apa yang dulu pernah dikerjakan oleh angkatan sebelumnya. Menegaskan diri sebagai angkatan yang memegang teguh nilai keadilan, solidaritas dengan berdiri diatas keyakinan tunggal sebagai anak bangsa. Mandat itu tak hanya bisa diisi dengan melakukan yang terbaik untuk lingkunganya atau membuat diri sendiri bermanfaat bagi semuanya. Jauh dari itu semua kita musti menghidupkan lagi bayangan sebagai sebuah bangsa berdaulat.

Itulah yang dulu mengantarkan Soekarno bersama kawan-kawanya untuk berjuang. Berhadapan dengan kolonialisme yang keji serta mengadu domba. Kolonialisme itu bukan hanya pasukan Belanda tapi para punggawa negeri yang maunya hidup enak sendiri. Tjipto Mangunkusumo mengutuk feodalisme, Mas Marco menentang kapitalisme pribumi hingga Tan Malaka menentang kesadaran mistis yang membelenggu rakyat. Berjuang mereka dengan cara yang jitu dan nekad`: mengorganisir rakyat, membuat tulisan yang meyentuh hingga berada bersama rakyat yang ditindas. Kesadaran yang terbentuk tidak hanya sebagai sebuah bangsa tapi lapisan massa yang sadar atas hak-haknya.

Kini kekuatan yang sama perlu digunakan lagi. Penjuru kekuatan ini ada di tiga pintu utama: rakyat miskin yang masih berada dimana-mana, pejuang hak asasi manusia yang terus berusaha untuk mendapatkan pemenuhan haknya dan para pendidik yang mustinya mampu menanamkan patriotisme sebagai sebuah bangsa. Hanya melalui tiga pintu itulah anak-anak muda akan menemukan mandat historisnya: berjuang tanpa harus mencaci maki secara membabi buta, bergerak tanpa harus dengan mengutuk sesama dan berkarya tidak untuk kepentingan di alam baka. Dunia anak muda musti dibangun lagi agar menemukan konteksnya.

Waktunya untuk mengenang Mei dalam spirit yang berbeda. Kita ingin menyalakan lilin untuk memecahkan kegelapan. Yang kini sedang merudung bangsa ini dan yang sekarang membuat kita jadi saling curiga. Lilin itu bisa nyala kalau kita punya api yang mengoleskanya: api itu kini ada pada idealisme anak muda yang selalu berusaha menegakkan mimpinya. Api itu akan tetap menyala lewat gerakan anak muda yang memihak kepada yang lemah, kalah dan dipinggirkan. Itulah takdir sunyi anak muda yang selalu ada dalam setiap massa: berjuang mempertahankan kebenaran dan kebebasan. Tanpa itu semua kita akan berkhianat bukan hanya pada pada masa lalu tapi juga masa depan.

Terimakasih!

 

3 komentar untuk “MENGENANG 20 MEI: ANAK MUDA BERSIKAPLAH!”

  1. Pingback: โคมไฟ

  2. Pingback: เว็บสล็อต

  3. Pingback: the cali company disposable vapes

Komentar ditutup.

Scroll to Top