Lepaskan Mahasiswa dari Belenggu Wajib Militer, Optimalkan Upaya Profesionalisasi Militer

Surat Terbuka Aksi Kamisan

Yth, Presiden Republik Indonesia   

Bapak Ir. H. Joko Widodo

Di Jakarta

Dengan hormat,

Melalui surat ini kami sampaikan bahwa rencana Departemen Pertahanan RI menyelenggarakan pendidikan militer yang harus diikuti oleh mahasiswa baru dalam satu semester, mengingatkan program wajib militer bagi mahasiswa di era Orde Baru sebagai upaya membasmi sikap kritis atau pembungkaman kebebasan berpendapat di kampus. Tidak bisa dipungkiri bahwa di era Orde Baru, TNI/Polri dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan. Itulah sebabnya mahasiswa 1998 bergerak, di mana salah satu tuntutannya adalah kembalikan TNI ke barak. Melalui gerakan mahasiswa lahir Era Reformasi, namun kini secara pelan-pelan terasakan TNI kembali masuk ke berbagai  ranah kehidupan masyarakat,

Pengalaman TNI dijadikan alat melanggengkan kekuasaan menunjukkan tumbuhnya pemerintahan yang otoriter dan militeristik, di mana kedaulatan rakyat menjadi terkikis. Pendekatan keamanan (pengerahan TNI) sulit terkontrol sehingga menumbuhkan konflik sosial, misalnya di Papua, mengakibatkan jatuh korban baik warga masyarakat sipil maupun TNI dan Polri, karena rakyat melakukan perlawanan sehingga terjadi konflik terbuka. Belum lagi terjadinya kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini tidak kunjung diselesaikan. Konflik juga terjadi akibat perebutan tanah antara TNI dengan warga: TNI AL dengan  petani di Alas Tlogo, TNI AU dengan petani di Rumpin, Bogor, dan TNI AD dengan petani di Urut Sewu, Kebumen.

Beberapa hari lalu, petani Urut Sewu harus berhadapan dengan tindakan arogansi TNI AD. Untuk itu, melalui surat ini kami sampaikan beberapa poin yang patut dipertimbangkan dalam penyelesaian kasus konflik agraria yang ada di Indonesia khususnya di wilayah Urut Sewu yang melibatkan TNI-AD dan warga petani sekitar, sebagai berikut:

Klaim Sepihak Status Tanah oleh TNI

Pokok permasalahan konflik agraria di Urut Sewu adalah klaim sepihak oleh TNI-AD Diponegoro atas tanah warga di 15 desa untuk dijadikan Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR). 15 desa tersebut meliputi; Desa Ayamputih, Setrojenar, Brecong, Entak, Kenoyojayan, Ambal Resmi, Kaibon Petangkuran, Kaibon, Sumberjati, Mirit Petikusan, Mirit, Tlogodepok, Tlogopragoto, Lembupurwo, dan Wiromartan. Pada tahun 1998, TNI-AD melakukan pemetaan secara sepihak dengan lebar kurang lebih (k.l) 500 meter dari garis pantai ke utara dan panjang k.l. 22,5 km melintasi pesisir 15 desa di 3 kecamatan.

Meski warga memiliki Letter C, status tersebut diabaikan oleh TNI-AD. Padahal, Letter C adalah bukti bahwa status tanah warga Urutsewu adalah tanah Yasan, yang artinya tanah milik perseorangan yang berasal dari tanah yang tidak bertuan. Warga mulai menempati dan menggarap lahan itu bahkan sebelum TNI-AD melakukan pelatihan di wilayah tersebut.

Meski adanya Letter C, pada 12 Agustus 2020, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan lima sertifikat hak atas tanah di wilayah Urut Sewu kepada TNI-AD dengan total luas lahan 213,2 hektar. Penyerahan itu juga dilakukan secara sepihak oleh Kementerian ATR/BPN tanpa memperhatikan aspirasi warga terdampak.

Mengembalikan Profesionalisme Militer

Selain klaim sepihak oleh TNI-AD untuk dijadikan PUSLATPUR, warga juga dihadapkan dengan tambang pasir besi oleh PT Mitra Niagatama Cemerlang (PT MNC). Pada tahun 2008, TNI AD memberikan izin kepada PT MNC lewat Surat TNI AD Kodam IV/Diponegoro tentang Persetujuan Pemanfaatan tanah TNI AD di Kecamatan Mirit. Menurut wawancara dari Devy Dhian Cahyanti kepada Rully Aryanto, asisten manager PT MNC, keberhasilan mendapatkan izin karena PT MNC memiliki koneksi dengan orang dalam. Setelah mengajukan permohonan izin, PT MNC melakukan presentasi ke Kasad mengenai keuntungan dan kerugian bagi TNI AD. PT MNC berdasarkan data yang dihimpun oleh Devy Dhian Cahyanti, mempunyai komposisi sebagai berikut; Imam Mudzakir selaku direktur, Gautama Hartarto selaku direktur utama, Mayjen (Purn) Rianzi Julidar, selaku komisaris.

Dalam surat izin produksi penambangan, luasan tanah yang akan ditambang adalah 591,07 ha. Dari luasan itu tercatat bahwa 317, 48 ha, diakui sebagai tanah milik TNI AD. Pada April 2010, Bupati Kebumen memberikan surat kepada BLH Jateng (Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah) mengenai kesesuaian lokasi rencana penambangan pasir besi oleh PT MNC. Proses perizinan terus berlanjut hingga dikeluarkannya surat izin produksi penambangan pada 20 Januari 2011 oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Pada Mei 2012, PT MNC mendatangkan alat berat, seperti Magnetic Separator, ke Desa Wiromartan pada Mei 2012 dengan dikawal oleh TNI AD Kodim 0709.

Dari keseluruhan rangkuman di atas, proyek tambang pasir besi dapat digolongkan sebagai bisnis militer non-institusional. Ia didefinisikan sebagai sejumlah perusahaan milik keluarga pejabat atau mantan pejabat TNI AD yang dalam melaksanakan bisnisnya memiliki hubungan emosional dan moril dengan instansi militer. Bisnis militer non-institusional tersebut menghalangi profesionalisme militer. Dalam konteks Urut Sewu, bisnis militer dilakukan atas tanah yang berstatus bukan tanah negara (tanah masyarakat) yang diklaim oleh militer.

Kekerasan yang dialami oleh Warga

Selama proses klaim tanah oleh TNI, warga mengalami kekerasan antara lain;

  1. Pada tahun 2008, terdapat korban luka yang berjumlah dua orang yang terkena pecahan mortir dari latihan TNI AD
  2. Pada April 2011 terjadi bentrok antara warga dan TNI-AD. TNI-AD melakukan balasan dengan serangan bersenjata. Kejadian ini diikuti dengan penangkapan 6 petani dikriminaliasasi.
  3. Pada Agustus 2015, terjadi protes warga atas pemaksaan pemagaran pesisir Desa Wiromartan berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh TNI-AD.
  4. Pada September 2019 TNI-AD melakukan pemukulan dan penembakan karena warga menolak pemagaran oleh TNI-AD. Aksi kekerasan ini menyebabkan 16 korban luka.
  5. 26 Agustus 2020, latihan menembak dengan kendaraan alat berat TNI AD yang digelar di pesisir Urut Sewu, melindas dan telah merusak sejumlah tanaman melon di kebun yang sedang digarap petani

Sehubungan dengan itu kami mohon Bapak Presiden agar:

  1. Mengevaluasi rencana Departemen Pertahan RI melakukan pendidikan militer di kampus
  2. Meninjau kembali pengiriman TNI/Polri ke tanah Papua
  3. Selesaikan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di berbagai daerah dan kasu-kasus yang telah diselidiki oleh Komnas HAM sesuai mekanisme yang diatur di dalam UU Pengadilan HAM.
  4. Mengembalikan hak atas tanah warga Urut Sewu di Kebumen dan warga Rumpin di Bogor.
  5. Kembalikan TNI ke barak, dan utamakan upaya optimalisasi profesionalisme militer

Demikian kami sampaikan dan atas perhatian Bapak Presiden, kami mengucapkan terima kasih,

Salam hormat,

PRESIDUM JSKK,

Suciwati                                           Sumarsih                                             Bedjo Untung

Komentar ditutup.

Scroll to Top