Ranjau Moral
Inikah alur dunia? Alur dunia yang ingin kau ciptakan?
yang lekas menjerat dan menjebak
segala segala prihal miskonsepsi yang tumbuh
gejala pandemi kelabuhi etika
yang mereka semai bersama
keledeioskop hendak berdaulat
merajang ranjang panopticon
proyeksi moral pada gemercik bara
sulut api yang bergejolak
menjelma napsu dan birahi keinginan untuk berkuasa
menipu dan kerap menipu
bodoh dan bodohi generasiku
juga generasi sebelumku yang tersisa
dan generasi yang akan datang menjelang
Suara Peringatan untuk Anak-Anakku
Aku kisahkan alkisah ini pada kau anakku
juga pada jutaan generasi yang datang
agar kau dan kalian
tak hanyut
tak luput
tak jumput
tak lumutan
sebab, sungguh kau dan kalian tak perlu
menatap kosa kata itu
yang keluar dari mulut mereka
kosa kata indah
berupa rayuan yang bersimpul
padu padan dengan tai
serta nara bahasa, nara bahasa lama
yang mereka kemukakan
melalui papan reklame; mereka timbul
deretan visualialisasi panjang
serta sangat aneh juga ugal-ugalan
menyampah dan mengotori
seluruh sudut kota ini
maka janganlah, dan jengalah keras
janganlah kau lekas terbawa suasana
pada segala nuansa tipu dayanya
yang mereka lempar dan sematkan
tipu daya yang kemudian lampaui etika dan norma
yang juga mereka helat dan rancangkan sendiri
tak peduli bagaimana ini bisa
tak peduli ini buntu dalam andai melaju
tentang bagai-bagai pel bagai
dan andai-andai menuju, melucu
ketika orang-orang itu berkehendak ingin terlihat
ketika orang-orang itu berkehendak terlibat
dalam ujian menguji kesabaran
juga pada derita sesak
yang mereka rencanakan dan wacanakan belaka
itu semua mereka lakukan
untuk membunuh kalian para generasi mendatang
tanpa peluang kebebasan,
kesempatan untuk mengembalikan keadaan.
Menyingkir dari Omong Kosong
sungguh aku, bukanlah ia
seperti ia yang berupa seorang yang sangat demokratis
maka aku hendak menarik diri, mungkin hanya mati
atau menarik diri dari omong kosongmu
dari segala hal yang mungkin tersepekulasi, kau sepekulasikan
yang terdengar ramah dan anggun, (najis-jijik-berbusa)
justru aku amat enggan melumatnya, setelah kau lempar bertubi
menggunakan bahasa kotor dan banal, cantik dan rupawan
yang mungkin mereka benarkan secara politis dan normatis