***
Dibuka oleh sebuah adegan pilu. Tiga orang pria yang berdebat soal komitmen. Satunya bicara tentang keberpihakan. Lainya omong tentang keyakinan. Tapi pria tua yang jadi raja itu tak ingin berargumentasi. Dibunuhnya pria yang sebenarnya saudara. Tak sengaja tapi pilihan lain tak ada. Black Panther bermula dari konflik keluarga.
Tapi ini keluarga istana. Wakanda nama daerahnya. Serupa dengan Sillicon Valley: canggih, makmur dan dihuni kulit hitam semua. Kini raja tua itu mangkat. Kena letusan bom yang muncul di adegan Civil War. Anaknya jadi pewaris tahta. Pria muda yang keras tapi hatinya selalu mudah terpikat: terutama pada kekasihnya.
Singkatnya ada keinginan yang selalu membayang. Wakanda sebagai daerah maju musti berbagi tekhnologi. Atau tetap berusaha mengucilkan diri. Killmonger, anak dari sang paman yang tewas, mengajukan tesis radikal. Wakanda harus bantu senjata para pemberontak. Biar kekuasaan diktator dimanapun tewas diganti rakyat semua.
Ide anarkhis ini menang. Sang Black Panther kalah dalam tarung. Tapi jagat Marvel tak mau si pemberontak menang. Kekuasaan tetap harus dipegang oleh pangeran T Challa: pria hitam yang pintar berkelahi dan susah mati. Pada adegan laga akhir muncul pertarungan yang indah. Black Panther tahu bagaimana ia musti mengakhirinya.
Marvel memang jagat superhero. Selalu jagoanya diliputi keraguan, kesangsian tapi berakhir dengan keyakinan. Kalau kebenaran dan kemenangan itu sejajar. Padahal hidup pahlawan tak selalu memuat soal itu. Pada diri Black Panther yang coba mau dikatakan adalah jangan tutupi masa lalu. Jika ada kebenaran disembunyikan maka itu berakibat petaka di masa depan.
Bapaknya pernah membunuh. Pernah berbuat tak adil. Bayang masa lalu itu coba dikubur. Tapi itu mustahil. Saat sang anak, Killmonger, menuntut balas maka dewa sempat memihak padanya. Keadilan itu tak bisa dibangun diatas janji apalagi tipu. Pangeran T’ Challa mau memperbaiki itu semua. Datang ke alam arwah untuk memastikan kesalahan yang dilakukan bapaknya.
Kisah ini yang penting. Mengadili masa lalu. Tiap kejahatan apa saja yang terjadi di masa lalu patut diadili. Bukan dikubur apalagi sengaja dilupakan. Black Panther memulai dari sana: suruh tetua itu tanggung jawab dan berikan keadilan pada korban. Janji semacam ini yang membuat superhero satu ini unik. Mewakili semangat purba tentang keadilan yang harusnya diberikan pada yang berhak.
Mungkin film ini pantas ditonton siapa saja. Terutama mereka yang masih punya hutang kejahatan masa lalu. Tiap kali itu diangkat kita semua seperti di setrum. Bangkitlah naluri primitif kita untuk bertindak kejam dan menuduh pada mereka yang menuntutnya. Kita seperti bapak pangeran T Challa yang halus di muka panggung tapi keji dalam tindakan.
Film ini bukan soal kelahi dan tarung. Film ini soal keinginan untuk mengadili masa lalu sembari berbagi harapan untuk masa depan. Mungkin memang Marvel bukan lagi terminal cerita superhero tapi juga mencoba menjadi suluh bagi harapan atas keadilan. Paling tidak Black Panther kasih tahu, sejarah yang tidak diajarkan akan menjadi petaka hidup di masa mendatang.